“MBAK,
doakan Mamak besok sehat, ya!” suara mamak di telepon genggam setiap malam menjelang May Day.
Bukan
tanpa sebab mamak berkata demikian. Besok adalah tanggal 1 Mei yang telah
menjadi tradisi mamak turun ke jalan. Tidak sendiri namun bersama rekan –
rekannya sesama buruh yang tergabung dalam perserikatan buruh. Saya (dengan
bangganya) menyampaikan bahwasanya terlahir dari rahim seorang ibu yang
berprofesi sebagai buruh di sebuah perusahaan makanan milik asing yang
berlokasi di Jawa. Sebagai orangtua tunggal dan mempunyai cita – cita ingin
memberikan pendidikan setinggi – tingginya untuk saya maka mamak memilih
merantau dari Pacitan untuk menjadi buruh di daerah orang.
Malam May Day 2017 kami membicarakan banyak hal
mengenai buruh. Mamak telah menjadi buruh saat saya kelas 3 SD (9 tahun) hingga
sekarang saya memiliki 3 orang anak (33 tahun). Awal mamak ikut demo buruh pada
tahun 2010 dengan lokasi demo hanya sekitar wilayah perusahaan tempat bekerja
selama lima hari. Setelah itu mulai tahun 2011 seterusnya selalu aktif turut
berorasi dalam kegiatan May Day dan yang paling sering di Monumen Nasional dan
Istana Merdeka. Tidak hanya sekadar ikut – ikutan namun mamak juga tampil di
muka umum mengajak rekan – rekannya berorasi, tentunya dengan cara sopan dan
damai. Sayang mamak hanya mau mengoperasikan telepon genggam jenis lama yang
tidak dapat mengirim foto melalui aplikasi dan media sosial. Alhamdulillah ada
rekan mamak yang ABG memiliki telepon
genggam yang bisa mengirimkan foto saat mamak terjun dalam kegiatan May Day.
Mamak pun mengirimkan dua lembar baju kaos berwarna biru terang kepada saya
untuk disimpan sebagai kenangan May Day.
Setiap May Day pengamanan di lokasi orasi
diperketat baik secara personil maupun alat pengamanannya. Sementara untuk
makanan dan minuman, menurut mamak tergantung dari dana yang dimiliki
perserikatan buruhnya. Jika ada dana lebih akan difasilitasi namun jika dana
tidak mendukung masalah makan dan minum ditanggung sendiri oleh buruh.
“Apa yang ingin diperjuangkan?” tanya saya. “Hanya
hak kami kaum buruh,” jawab mamak. Kaum buruh hanya ingin mendapatkan
kesejahteraan, penghasilan yang sesuai apa yang telah diatur oleh undang –
undang bukan hasil rekayasa pengusaha yang tidak bertanggung jawab. Terkadang
terdapat selisih UMK yang tidak diberikan kepada buruh secara keseluruhan atau
diberikan namun tidak sesuai nominal yang semestinya. Misalnya selisih UMK yang
seharusnya Rp. 116.000 per tahun hanya diberikan ke buruh sebesar Rp. 47.500
setiap tahunnya. Kesenjangan ini kadang diperparah dengan adanya sikap saling
sikut, saling menjatuhkan antar buruh (istilahnya menjilat kepada atasan) yang
pada akhirnya bisa menimbulkan ketimpangan dalam penghitungan pendapatan karena
berdasarkan penilaian subyektif bukan kualitas kinerja oleh pihak perusahaan
terhadap buruh.
“Mengapa kami mau jadi buruh? Karena kami butuh. Jika hak kami mengenai
kesejahteraan tidak dipenuhi lalu untuk apa kami bekerja? Sungguh suatu
kebahagiaan apabila hasil kerja keras kami dihargai sebagaimana mestinya. Tidak
bisa menyamaratakan kalau semua perusahaan itu tidak peduli terhadap buruhnya.
Masih ada perusahaan yang menaati ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah
dan kebijakan intern perusahaan yang mendukung kesejahteraan buruh – buruhnya.
Semua tergantung pihak manajemen perusahaan”, mamak mengeluarkan isi hatinya. Harapan mamak
dan rekan – rekannya sesama buruh hanya
sederhana, “Kedepannya nasib buruh lebih
baik lagi. Dalam artian bisa hidup yang layak. Tidak lagi menetapkan besaran
standar pendapatan berdasarkan standar bujangan yang tidak memiliki tanggungan
karena faktanya banyak buruh yang telah berstatus sebagai bapak maupun ibu yang
memiliki tanggungan keluarga”.
Menjadi buruh seolah kasta terendah yang
hanya mengandalkan tenaga bukan kecerdasan. Tapi itu belum tentu benar 100 %.
Mamak salah seorang buruh yang cerdas. Dari masa sekolah selalu tiga besar.
Pernah juga sebagai guru akuntansi di sebuah SMK di Tarakan hingga takdir
menentukan yang lain. Menjadi buruh dan anak buruh membuat setiap pertemuan
kami begitu berharga. Jika bagi orangtua lain naik motor mabur (baca : pesawat
terbang) ke Balikpapan untuk sekadar memeluk anak dan menggendong cucu -
cucunya itu mudah namun tidak bagi mamak.
Ya, Kaum buruh identik dengan kaum proletar
(ploretarian)! Proletar yang berasal
dari Bahasa Latin yakni Proles memang sering dilabelkan pada
masyarakat kelas sosial rendah, Kaum proletar dimaksudkan sebagai orang - orang
yang bekerja kepada para pemilik modal dan tidak memiliki alat produksi sendiri. Sementara itu antonim dari kaum proletar ialah
kaum borjuis, orang - orang yang memiliki dan menguasai alat produksi sendiri. Hal
ini dijelaskan dalam teori Karl Marx, teori pertentangan kelas antara
kaum proletar dan kaum borjuis. Dalam teori itu,
Marx menjelaskan bahwa kaum proletar atau buruh yang telah ditindas akan
melakukan perlawanan terhadap kaum borjuis atau pemilik modal. Menurut Karl
Marx dalam melakukan perlawanan terhadap kaum borjuis, kaum proletar musti
bersatu maju secara bersama – sama melawan karena pada hakikatnya sulit apabila
perjuangan individu mampu menang perlawanan terhadap pertentangan kelas.
Ah, Mak! Melukiskan sosok mamak berarti menggambarkan wanita tangguh yang mandiri. "Tulang mamak ini dari kecil sudah biasa dibanting," begitu yang sering mamak ucapkan untuk mengatakan bahwa mamak dari kecil sudah biasa bekerja karena dibesarkan tanpa ayah yang telah memenuhi panggilan Sang Pencipta.
Malu!
Malu ketika diri ini masih sering mengeluh dalam merawat anak - anak yang masih kecil - kecil.
Malu ketika diri ini selalu hanya bisa menangis kala masalah menerpa dan merasa kebingungan mencari solusi.
Malu ketika diri ini selalu berkeluh kesah akan letihnya pikiran dan badan.
Malu ketika diri ini belum mampu membahagiakan mamak.
Malu ketika diri ini tak bisa memberikan sepeser pun atau suatu barang berharga untuk mamak.
Maaf untuk semua itu, Mak!
"Mamak hanya minta mbak hidup bahagia bersama keluarga, langgeng pernikahannya dan sekeluarga sehat semua. Itu saja!" sesederhana itu permintaan mamak.
Mak, Mamak adalah inspirator dan motivator anak mamak ini.
Maaf Mak, beberapa sms dari mamak baru sempat saya balas beberapa hari kemudian.
Maaf Mak, berulang kali telepon mamak tak saya angkat karena repot dengan anak - anak.
Maf Mak...atas semuanya.
Semoga masih banyak kesempatan kita saling berhadapan dan memeluk erat satu sama lain.
Untuk melengkapi kenangan bersama mama tercinta, aku menyaksikan video istimewa ini. Dan siapapun yang juga ingin merasakan hal yang sama bisa menyaksikan video persembahan Pantene dan Downy di social media channel Youtube Pantene Indonesia dan Downy Indonesia melalui link tiny.cc/maafibu
Sebuah video persembahan “Kasih Ibu” dari Pantene dan Downy lewat duet Anggun Cipta Sasmi dan Andien yang liriknya sangat menggugah dan menjadi media penyadar bagi seorang anak yang telah dibesarkan oleh orangtuanya. Pun demikian dengan saya, lirik lagunya membuat air mata turun dengan derasnya.
"Kasih ibu itu ada awalnya enggak ada akhirnya" (Anggun Cipta Sasmi)
Pantene percaya bahwa menjadi kuat kini merupakan sebuah filosofi bagi para wanita, karena mempunyai kekuatan karena dibesarkan oleh seorang wanita yang luar biasa kuat, yaitu ibu.
Sementara Downy memaknai bahwa keharuman tertentu dapat mengingatkan banyak hal.
Bagi saya mamak bisa mewakili filosofi Pantene dan Downy. Mamak yang seorang wanita tangguh, kuat dan mandiri.
Dengan rasa kasih dan berbagi tinggi yang ada dalam diri mamak, menjadikan mamak sangat dielu - elukan keluarga dan teman - temannya karena telah berman
Pantene dan Downy bekerjasamadengan KEB #PanteneDownyXKEBmengadakan Giveaway bertema #MaafIbu.
Periode lombanya mulai tanggal 29 Mei hingga 5 Juni 2017. Yuk, ikutan selagi masih ada kesempatan! Jangan lupa untuk submit link Instagramnya di bit.ly/KEB_maafibu . Keterangan lengkapnya ada di http://bit.ly/KEBMaafIbu