twitter
rss

 


 Cinta JNE untuk Perempuan Literat

 

Haruskah menjadi perempuan berdaya, berkarya, dan berjaya?

Apakah perempuan berdaya, berkarya, dan berjaya hanya bisa tercipta di luar rumah?

 

“Terima kasih, Bu.” Satu kata yang ingin saya ucapkan manakala bisa berjumpa dengan Ibu Kartini. Tokoh pejuang pendidikan dan literasi bagi kaum perempuan. Setali tiga uang dengan yang ditulis oleh Titin Triana, S.H, M.H, dalam bukunya yang berjudul “Perempuan Cerdas, Berdaya, dan Bahagia,” yaitu “Perempuan sebagai salah satu elemen masyarakat mempunyai peranan yang signifikan dalam pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Perempuan dapat menggali potensi yang dimilikinya sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal baik bagi diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.

Sepakat dengan pemikiran cerdik Ibu Kartini dan Titin Triana, saya membuka pintu rumah mungil nan sederhana. Tidak perlu membuat sungai air mata melihat perempuan lain bekerja, berpakaian seragam, dan berpenghasilan tetap setiap bulan. Ibu rumah tangga tetap bisa berdaya. Tetap bisa berkarya. Mengapa? Karena inspirasi itu tanpa batas.

Bagaimana caranya setiap perempuan bisa berdaya dan berkarya penuh inspirasi dari rumah?

   1.     Sesuaikan bakat dan minat.

Setiap orang mempunyai bakat dan minat. Baik yang tersurat maupun yang masih tersirat. Mengerjakan sesuatu yang dilandasi dengan bakat dan minat dibalur keikhlasan akan mendatangkan kenyamanan. Meski tantangan menghadang. Mengenali bakat dan minat itu penting untuk menentukan arah hidup. Beragam tes minat dan bakat bisa membantu apabila masih dilanda kebingungan mengetahui bakat dan minat.

     Sebagaimana yang saya lakukan. Minat saya di bidang pendidikan dan literasi. Bakat saya itu mengajar dan menulis. Maka, saya memutuskan untuk berdaya dan berkarya di bidang tersebut.

Apa saja yang saya lakukan sebagai pengejawantahan perempuan literat berdaya dan berkarya sesuai bakat dan minat?

   a.     Fasilitator Pendidikan dan Literasi.

      Semenjak Tahun 2014, saya mendedikasikan diri sesuai bakat dan minat sebagai Fasilitator Pendidikan dan Literasi. Sesuai namanya, kegiatan yang saya lakukan seputar dua dunia tersebut. Mengajar bidang literasi di berbagai sekolah yang mengundang sebagai mentor, menjadi narasumber acara-acara literasi, menginisiasi dan mendampingi kepenulisan buku untuk para guru dan siswa adalah contoh sebagian kecil kegiatan yang telah saya lakukan.

b.     Mendirikan Rumah Pendidikan dan Literasi.

     Rumah Pendidikan dan Literasi yang saya beri nama “Moco Izzi.”  Moco yang disarikan dari bahasa Jawa yang berarti Membaca. Sementara kata “Izzi” berasal dari bahasa Arab yaitu “Izzah” yang berarti nilai diri. Kata “Izzi” juga bisa diplesetkan dari bahasa Inggris yaitu Easy yang berarti mudah. Jadi, filosofi dari “Moco Izzi” yakni “Membaca itu suatu nilai diri. Membaca itu mudah.”

 



 c.     Kutu Buku

Bagaimana mencapai keberhasilan menularkan virus literasi apabila saya sendiri tidak rutin terjun di dunia literasi? Seperti, rajin membaca buku. Kutu buku, istilahnya. Menimba ilmu dengan rajin membaca buku ini bisa menjadi penuntun masuk surga. “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699).

 Bagaimana cara menambah koleksi buku di Moco Izzi? Pertama, membeli. Kedua, apresiasi dari penerbit. Melalui tulisan resensi buku yang saya kirim ke surat kabar. Ketiga, rajin mengikuti kuis literasi yang diadakan oleh penulis, pegiat literasi, dan penerbit yang berhadiah buku. JNE memfasilitasi pengiriman pesan "cinta" dari penulis Lampung, Mbak Izzah Annisa ke saya. 

       Seperti halnya kuis Kang Maman, seorang penulis dan pegiat literasi yang telah lama bekerjasama dengan JNE bergerak dalam bidang literasi. Sebut saja, mendonasikan buku-buku termasuk kitab suci ke penjuru Indonesia.

Buku-buku “cinta” dari penerbit dikirim dengan penuh cinta oleh JNE. Srikandi dan Ksatria JNE selalu memastikan “cinta” itu datang tepat waktu dan dalam kondisi prima. Tentu saja, saya terima juga dengan penuh cinta. Meski, saat ini rubrik resensi di surat kabar langganan saya mengirimkan tulisan tidak ada lagi. Namun, kenangan "cinta" itu akan selalu terpatri. 

Kebahagiaan menyelimuti mulai dari hulu ke hilir. Pengirim, yang mengirimkan, dan yang menerima paket “cinta.” Seperti slogan JNE yaitu menyambungkan kebahagiaan dari generasi ke generasi. Sebagai pengejawantahan niat mulia pendiri JNE, almarhum Bapak H. Soeprapto Soeparno. Sejak 26 November 1990. JNE yang merupakan akronim dari Jalur Nugraha Ekakurir mendedikasikan ke bidang pengiriman dan logistik. Bekerja cerdas dan keras di bawah Visi “Menjadi Perusahaan Logistik Terdepan di Negeri Sendiri yang Berdaya Saing Global” dan Misi “Untuk Memberi Pengalaman Terbaik Kepada Pelanggan Secara Konsisten.”

Keteladanan almarhum Bapak H. Soeprapto Soeparno masih dapat dirasakan, “Berbagi, Memberi, dan Menyantuni.” Meski kini berbeda dunia dengan JNE beliau. Visioner, berintegritas, dan selalu mengedepankan nilai-nilai kemanusian, maka kebaikan dan keteladanan beliau yang mana lagi kita mau nafikan?

 d.     Menulis, Menulis Lagi, dan Terus Menulis

Proses menimba ilmu hanya selesai sampai di Tahap Membaca? Tidak. Sangat perlu dilanjutkan ke Tahap Menulis. Saya manusia. Setiap manusia, tempatnya alpa. Sudah banyak membaca tapi banyak lupa? Wajar karena kita manusia. Bukan malaikat.

Kita hanya mampu meminimalisir kealpaan hasil menimba ilmu dengan menulis. Sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.”

e. Membuka toko buku daring. 

Kala sedang perekonomian keluarga tidak baik-baik saja, ada sebuah penerbit yang menawarkan menjadi agen pemasaran buku-buku terbitannya. Sat-set, segera saya lakoni. Alhamdulillah, pengiriman ke beberapa daerah di luar Pulau Kalimantan-daerah domisili saya- difasilitasi oleh JNE. Gerai JNE mudah ditempuh, dekat dari rumah. Meski, JNE melayani antar-jemput, saya memilih mendatangi langsung gerai. Ada kebahagiaan yang tak dapat dilukiskan. 

2.     Konsisten.

Tiada kegiatan berkepanjangan dan berkesinambungan yang tidak memerlukan kekonsistenan. Memang benar, peran yang kita pilih beririsan dengan kelelahan. Bahkan bisa lelah lahir dan batin. Kadang rasa bosan, melanda. Ditambah dengan hasil yang di luar ekspektasi. Runyam rasanya. Jatuh-bangun-jatuh lagi-dan bangun lagi. Begitulah, konsep semestinya. Suatu konsep yang memerlukan kekonsistenan. Bukan panas di awal terus dingin di pertengahan dan akhir.

Berbagai aral rintangan pernah menghadang saya. Misalnya, saat anak-anak belum tersentuh hatinya akan buku bacaan. Meski judul buku sudah disesuaikan dengan usia mereka. Mereka belum terbiasa mendapat atmosfer literasi di rumahnya. Rintangan lainnya, kala anak-anak sudah suka membaca tapi orangtua tidak mendukung. Alasannya, buku bacaan tidak penting. Hanya buku pelajaran yang terkait dengan nilai raport yang wajib mereka baca. Rintangan lainnya, saat anak-anak yang enggan membaca mengganggu anak-anak yang senang membaca. Bermacam rintangan ini bisa diatasi dengan kekonsistenan. 

Sama seperti kekonsistenan almarhum Bapak H. Soeprapto Soeparno dan pergerakan sat set beliau hingga JNE besar seperti saat ini. Sebagaimana yang tergambar pada logo JNE. Warna merah yang melambangkan kekuatan, semangat, ambisi, dan dinamis. Kecerdasan dan ketenangan yang diisyaratkan oleh warna biru. Penggunaan jenis huruf Italic yang menggambarkan JNE mengedepankan kecepatan pelayanan untuk pengalaman terbaik semua pelanggan. Efisiensi, efektifitas, dan fleksibilitas tertuang dalam bentuk garis melengkung dari ukuran kecil ke besar.

 

3.     Jalin Kemitraan

Menjalin kemitraan menjadi salah satu kunci kesuksesan perempuan berdaya. Seperti ynag telah saya lakukan. Pertama, menjalin kemitraan dengan Komunitas Zero Waste. Kegiatannya mendonasikan buku ke Rumah Pendidikan dan Literasi “Moco Izzi.” Mendedikasikan diri di dunia Pendidikan dan Literasi mengantarkan saya mendapat apresiasi dari Pemerintah Kota Balikpapan. Tepat di HUT Ke-128 Kota Balikpapan sebagai “Warga Pelopor Bidang Akademik.”

 

Kemitraan ini juga telah lama dijalin oleh JNE. Bentuk kemitraan JNE yang tentunya bergerak dalam bisnis jasa pengiriman yaitu program agen atau mitra. Ditujukan baik perorangan maupun badan usaha. Selanjutnya, agen atau mitra ini berhak untuk membuka gerai JNE dan melayani pengiriman barang atas nama JNE di wilayahnya. Selain itu, ada pula jenis kemitraan lain untuk perusahaan yaitu dengan menjadi Customer Corporate. Tugasnya mengirim barang dalam jumlah besar. Tentunya dengan harga dan layanan khusus.

Mengapa harus bersusah payah membangun minat berliterasi anak-anak? Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa hanya sekitar 10% penduduk Indonesia yang rajin membaca buku. Sejatinya, tujuan penciptaan manusia yaitu Khalifah Fil Ardh. Pemimpin dan penanggung jawab di bumi. Termasuk pemimpin dan penanggungjawab bidang literasi. “Iqra,” Bacalah!

Kondisi alam pun turut menyumbang tingkat rendahnya literasi. Sebut saja daerah tempat tinggal saya yang daerah pesisir. Lebih tepatnya di Manggar Baru, Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur. Sektor perikanan, pariwisata, perkebunan, dan perdagangan menjadi andalan kegiatan ekonomi. Profesi sebagai nelayan yang sering melaut pada malam hari membuat orangtua khususnya para ayah melimpahkan pendampingan pendidikan anak ke ibunya. Bagaimana dengan ibunya? Sejumlah ibu yang saya temui, mengutarakan kelelahannya berdagang di pasar dan Pantai Manggar. Mereka tidak lagi sanggup menemani anak-anaknya belajar pasca sekolah. Alhasil, anak-anak duduk rapi di teras rumah dengan gawai di tangan. Ya, mereka Mabar-Main Bareng.

Beruntung, masih ada orangtua yang tetap tanggap pendidikan anak-anaknya pasca sekolah. Memasukkan anak-anaknya di tempat bimbingan belajar atau les. Berkutat di dunia pendidikan bimbingan belajar, membuat saya menyadari bahwa anak tak hanya perlu bimbel. Mereka haus ruang cerita. Rupanya, mereka menyimpan segudang inspirasi. Sayangnya, masih terbatas. Misalnya dari pemikiran mereka yang “out of the box.

Saya memilih berperan bersama mereka. Berdaya menjadi perempuan literat dari rumah. Menularkan virus literasi seluas-luasnya. Walaupun katanya memilih peran di bidang literasi berarti memilih jalan sunyi. Semua peran bisa jadi memiliki arah yang berbeda tetapi tetap satu tujuan. Tujuan menjadi Perempuan 3B. Perempuan Berdaya, Perempuan Berkarya, dan Perempuan Berjaya.

Setiap perempuan bisa menjadi Perempuan 3B. Setiap perempuan bisa menjadi perempuan literat. Berasaskan keyakinan dan pengamalan bahwa setiap orang termasuk perempuan, sejatinya memiliki gagasan dan inspirasi yang datang dari mana saja. Tanpa batasan ruang, waktu, dan bentuk.  Sejalan dengan tema JNE Content Competition Ke-12, “Melesat Sat-Set : Inspirasi Tanpa Batas.”

Mulai saja dulu. Hadapi setiap tantangan yang hadir untuk pengalaman. Kalau tidak dari sekarang, kapan lagi?

Salam Literasi.

 

#JNE #ConnectingHappiness #JNE34SatSet #JNE34Tahun #JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas